Sebelum dibahas lebih jauh
mengenai radang usus buntu yang dalam bahasa medisnya disebut
Appendicitis, maka lebih dulu harus difahami apa yang dimaksud dengan
usus buntu. Usus buntu, sesuai dengan namanya bahwa ini merupakan
benar-benar saluran usus yang ujungnya buntu. Usus ini besarnya
kira-kira sejari kelingking, terhubung pada usus besar yang letaknya
berada di perut bagian kanan bawah.
Usus buntu dalam bahasa latin
disebut sebagai Appendix vermiformis, Organ ini ditemukan pada manusia,
mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Pada awalnya Organ ini
dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai fungsi, tetapi saat
ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan
secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan
tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid.Seperti
organ-organ tubuh yang lain, appendiks atau usus buntu ini dapat
mengalami kerusakan ataupun ganguan serangan penyakit. Hal ini yang
sering kali kita kenal dengan nama Penyakit Radang Usus Buntu
(Appendicitis).
Penyakit
radang usus buntu ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, namun
faktor pencetusnya ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang belum
dapat diketahui secara pasti. Di antaranya faktor penyumbatan
(obstruksi) pada lapisan saluran (lumen) appendiks oleh timbunan
tinja/feces yang keras (fekalit), hyperplasia (pembesaran) jaringan
limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer
primer dan striktur.
Diantara beberapa faktor diatas, maka yang
paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyabab adalah
faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid.
Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk
berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat
mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli,
inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada
peradangan usus buntu.
Makan cabai bersama bijinya atau jambu
klutuk beserta bijinya sering kali tak tercerna dalam tinja dan
menyelinap kesaluran appendiks sebagai benda asin, Begitu pula
terjadinya pengerasan tinja/feces (konstipasi) dalam waktu lama sangat
mungkin ada bagiannya yang terselip masuk kesaluran appendiks yang pada
akhirnya menjadi media kuman/bakteri bersarang dan berkembang biak
sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan usus buntu tersebut.
Seseorang
yang mengalami penyakit cacing (cacingan), apabila cacing yang beternak
didalam usus besar lalu tersasar memasuki usus buntu maka dapat
menimbulkan penyakit radang usus buntu.
Peradangan
atau pembengkakaan yang terjadi pada usus buntu menyebabkan aliran
cairan limfe dan darah tidak sempurna pada usus buntu (appendiks) akibat
adanya tekanan, akhirnya usus buntu mengalami kerusakan dan terjadi
pembusukan (gangren) karena sudah tak mendapatkan makanan lagi.Pembusukan
usus buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak segera
ditangani maka akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan
nanah tersebut yang berisi bakteri menyebar ke rongga perut. Dampaknya
adalah infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut
(Peritonitis).
Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya;
Penyebaran rasa nyeri akan
bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri terhadap usus
besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter,
nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin
ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke belakang, rasa
nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi
usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik begitu.
Pada
kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi,
mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga
agak terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti
ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja.
Pada
stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana
terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam
yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang
muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan
tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc
Burney (istilah kesehatannya).
Ada
beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh Tim Kesehatan untuk
menentukan dan mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu
(Appendicitis) oleh Pasiennya. Diantaranya adalah pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology ;
Pada
appendicitis akut, dengan pengamatan akan tampak adanya pembengkakan
(swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang
(distensi). Pada perabaan (palpasi) didaerah perut kanan bawah,
seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga
akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari
diagnosis apendisitis akut.
Dengan tindakan tungkai kanan dan
paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di
perut semakin parah. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin
bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri
juga. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla),
lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.
Pada
pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan
dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika
terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks
sudah mengalami perforasi (pecah).
foto
polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini
jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi
(USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71 – 97 %),
terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang
paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 – 98 %). Dengan CT
scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks.
Bila
diagnosis sudah pasti, maka penatalaksanaan standar untuk penyakit
radang usus buntu (appendicitis) adalah operasi. Pada kondisi dini
apabila sudah dapat langsung terdiagnosa kemungkinan pemberian obat
antibiotika dapat saja dilakukan, namun demikian tingkat kekambuhannya
mencapai 35%.
Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka atau
semi-tertutup (laparoskopi). Setelah dilakukan pembedahan, harus
diberikan antibiotika selama 7 – 10 hari. Selanjutnya adalah perawatan
luka operasi yang harus terhindar dari kemungkinan infeksi sekunder dari
alat yang terkontaminasi dll.
Penyakit Radang Usus Buntu (Appendicitis)
Diposting oleh
Unknown
Selasa, 28 Februari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar